Select Menu

Ads

Random Posts

Powered by Blogger.

Blog Archive

Canda

Cerpen

FF

Poligami

NIKAH

News

Bottom

Banyak penerbit buku Islam awalnya hanya menerbitkan buku-buku nonfiksi. Kini, dengan daya tarik fiksi islami yang laris manis di pasaran, ramai-ramai penerbit membuat divisi khusus untuknya.


Syir'atuna, Maret 2005

GADIS berjilbab itu sedang membuka-buka majalah. Mimik wajahnya serius. Ada empat bundel majalah yang menumpuk di meja, selain satu bundel yang masih ia baca. Usai dengan satu bundel, ia ambil bundel yang lain. Kadang, di sudut bibirnya nampak senyum tersungging, menunjukkan baris giginya yang putih.

Siti Aminah, alumni Jurusan Sastra Arab, Fakultas Sastra Universitas Indonesia, ini baru saja diangkat menjadi editor redaksi seksi remaja di penerbit Gema Insani Press (GIP), yang kantor barunya berada di Jalan Ir H Juanda, Kota Depok, Jawa Barat. Sementara kantor lamanya ada di Kalibata, Jakarta Selatan.

Pekerjaan pertama Siti Aminah yang lebih akrab dengan panggilan Mimin ini adalah mencari naskah berupa karya fiksi islami untuk kemudian diedit dan dikirim ke divisi penerbitan.

Berbagai karya fiksi islami yang telah diterbitkan oleh berbagai penerbit ia jelajahi. Ia baca dan pelajari. Majalah An-Nida yang memuat berbagai cerpen islami juga menjadi sasarannya. Tidak tanggung-tanggung ia pesan lima bundel An-Nida dari edisi terakhir. Setelah ia bolak-balik isi majalah tersebut pilihannya jatuh pada cerpen-cerpen karya Pipiet Senja, salah satu penulis handal Forum Lingkar Pena (FLP).

Selain cerpennya bagus, karya Pipiet dipilih karena ia dinilai sudah memiliki nama di kalangan pembaca. Akhirnya kumpulan cerpennya diterbitkan dengan judul Rembulan Sepasi. Waktu itu memasuki bulan November 2001.

“Pihak pimpinan perusahaan pada waktu itu melihat bahwa karya-karya fiksi islami memiliki prospek yang cukup baik,” tutur Mimin kepada syir’ah saat ditemui di kantornya, akhir Februari lalu. Di pasaran banyak beredar buku-buku fiksi islami. Penulisnya mayoritas berasal dari Forum Lingkar Pena, di antaranya Pipiet Senja, Gola Gong, dan Helvy Tiana Rosa.

Melihat peluang ini pengembangan bisnis pun dilakukan dengan membuka seksi remaja. “GIP senantiasa memperhatikan perkembangan zaman,” kata Iwan Setiawan, General Manager GIP. Iwan menambahkan bahwa GIP selalu belajar dari penerbit-penerbit yang sudah berhasil.

Mizan, misalnya, sejak tahun 1999 telah mulai membuat divisi khusus untuk karya fiksi ini, yaitu Divisi Anak dan Remaja yang disingkat DAR Mizan. “Waktu itu kita prihatin dengan karya fiksi yang tujuannya baik, tapi cara penyampaiannya kurang baik,” ujar Ali Muakhir, Manajer Redaksi DAR Mizan kepada syir’ah.

Akhirnya dibuatlah rumusan fiksi ala Mizan. “Rumusan ini selalu dicantumkan dalam buku fiksi yang kami terbitkan,” tutur Ali. Rumusan itu berbunyi: fiksi yang mengandung nilai-nilai islami, yang ringan, lincah, tetapi tetap berbobot.

Adapun GIP memang tidak memiliki bagian riset dan pengembangan, tetapi biasanya menyewa orang-orang untuk mengevaluasi manajemen penerbitannya. “Ketika ramai perang Afganistan, kita menerbitkan buku tentang perang Afganistan,” kata Iwan. “Sekarang sedang ramai-ramainya buku fiksi islami, kita pun menerbitkan itu,” sambungnya. Sebelumnya GIP telah menerbitkan banyak sekali buku dengan tema-tema yang awet seperti tema wanita dan keluarga, juga tema-tema keagamaan yang dibuat secara populer.

Semua ini semata-mata pertimbangan bisnis. “Penerbit sebagai badan usaha yang menghidupi banyak karyawan juga harus benar-benar memikirkan persoalan itu (bisnis),” kata Ali. Dan hasilnya hingga sekarang DAR Mizan telah menerbitkan dari tahun 1999 hingga bulan Februari 2005 sudah terbit 108 Judul. Meliputi novel komik remaja, novel remaja islami (NORI), dan kumpulan cerpen (Kumcer) islami.

Dari sisi format, kalau DAR Mizan memformulasikannya dengan kata ringan dan lincah, GIP menyebutnya dengan gaya yang sederhana. “Bahasa yang dibuat adalah bahasa-bahasa yang sederhana, tidak mengajari, bisa dibaca dari anak SMA sampai mahasiswa,” papar Iwan. Makanya, tema yang dipilih adalah tema-tema mengenai keluarga muslim, wanita, remaja, dan perkembangan dunia Islam yang membangkitkan solidaritas Islam.

Untuk seksi remaja pada perkembangannya tidak hanya menerbitkan kumpulan cerpen, tetapi juga berbagai jenis novel, mulai novel biasa, novel serial, hingga novel berjenis komik. Perkembangan itu muncul berkat berbagai jenis naskah yang masuk kepada penerbit GIP.

Namun tak semuanya berjalan mulus. Ada jenis produk yang kemudian dianggap gagal. Ukuran gagal, bagi GIP, adalah jika produk itu tidak direspons pasar dengan baik. “Novel komik itu termasuk yang gagal,” kata Mimin, sambil menunjuk novel komik Kidung Kembara yang ditulis oleh Pipiet Senja. Akhirnya novel berjenis komik itu kemudian tidak lagi diterbitkan.

Buku-buku fiksi islami ini pun belum mencatat rekor sebagai buku terlaris. Bagi GIP, buku yang disebut buku terlaris adalah buku-buku yang telah mencapai seratus ribu kopi. Sepanjang sejarah GIP baru sekitar delapan judul buku yang telah tercatat sebagai buku terlaris. Semuanya tentang buku yang masuk seksi wanita dan keluarga dan tata cara ibadah. “Memang tema-tema wanita dan keluarga dan tema-tema tata cara ibadah adalah tema yang awet dan selalu cetak ulang,” ungkap Iwan.

Khusus kepada penulis dalam persoalan naskah tulisan yang disepakati untuk diterbitkan, GIP menganjurkan untuk menerima royalti, alih-alih beli putus. “Karena royalti kan lebih fair. Karena kita tidak tahu buku itu laris atau tidak. Kalau laris kan manfaatnya bisa untuk penulis juga,” papar Mimin.

Royalti yang diterima pun cukup beragam berdasarkan produktivitas dan kesenioran dari penulis tersebut. Untuk pemula royaltinya 10 persen sedangkan yang paling produktif dan senior 15 persen.

GIP berusaha memperlakukan penulis sebaik mungkin. “Tetapi tidak bisa membuat penulis kaya raya seperti di Barat,” Mimin menambahkan. GIP mempermudah bagi penulis yang tidak mampu untuk mengirimkan tulisannya dalam bentuk yang sederhana. “Bahkan pernah FLP Aceh mengirimkan tulisan mereka dalam bentuk fotokopian,” ujarnya. Tulisan itu kemudian diterbitkan jadi sebuah kumpulan cerpen berjudul Senja di Baiturrahman.

Tulisan yang masuk ke penerbit biasanya diseleksi dalam waktu satu bulan. Setelah itu penulis langsung mendapatkan jawabannya, apakah tulisannya diterima ataukah tidak.

Di antara pertimbangan yang digunakan adalah segmentasi pembaca. Misalnya untuk segmen remaja, disyaratkan bahasa penyampaiannya mudah dicerna oleh remaja. Kemudian penulis juga menyampaikan selling point atau segi perbedaan karyanya dengan karyanya yang lain, atau dengan kata lain sisi menariknya di mana.

Selain itu juga GIP sebagai penerbit Islam mensyaratkan materi tulisan tidak boleh bertentangan dengan ajaran Islam. “Meskipun tidak secara langsung menyebutkan islami, tetapi pada inti ceritanya adalah islami,” tegas Mimin. Bahkan jika itu tentang seks, kata Mimin, asalkan diarahkan secara islami. Tidak mendorong kepada pembacanya untuk melakukan seks bebas.

Mimin memaklumi bahwa fiksi islami ataupun tidak sampai saat ini masih menjadi perdebatan. Mana karya yang disebut fiksi islami dan mana yang tidak. Untuk mengatasinya, GIP menentukan sendiri batasan islami tersebut. “Bisa saja tulisan (Leo) Tolstoy disebut dengan fiksi islami jika di dalamnya mengusung nilai-nilai islami,” katanya.

Walau demikian Mimin belum berani berinisiatif untuk menerbitkan karya pengarang asing non-Islam. “Meskipun tema besarnya bagus (islami) karena ada budaya mereka yang kurang islami, jadi tidak berani. Sedangkan, hal itu tidak bisa dihilangkan dalam karya tersebut, itulah kendalanya,” katanya. [Annuri F. Hadi]





Membaca Inspiring Words for Writers-nya Mohammad Fauzil Adhim cukup menggugah. Kata-kata yang dipilih sederhana, namun inspiratif. Bagi Anda yang bermimpi ingin menulis buku, atau yang sudah nulis namun mengalami kebuntuan di tengah jalan, atau yang masih merasa sulit untuk menulis, buku ini layak disimak.


Saya akan mengutipkan beberapa inspiring words yang digoreskan Fauzil dalam buku itu. Semoga bermanfaat!

* Tak ada resep yang lebih baik untuk menjadi penulis, kecuali dengan menulis sekarang juga!
* Penulis berbakat gagal menemukan banyak alasan untuk tidak memulai tulisannya. Sementara orang-orang yang berbakat sukses selalu menemukan energi setiap kali gagal.
* Resep menulis yang paling baik adalah “tuangkan saja!”
* Gagasan yang baik sering tidak tersampaikan karena kita sibuk memikirkan bagaimana membuat awalan. Padahal, awalan yang terbaik adalah cetusan gagasan itu sendiri.
* Para pemalas menggunakan mood sebagai alasan untuk tidak bertindak. Para idealis bertindak mengendalikan mood untuk menghalau kemalasan.
* Setiap tetes tinta seorang penulis adalah darah bagi perubahan peradaban. Karenanya, perhatikanlah bagaimana ujung penamu bergerak.
* Menulis bukanlah bermain kata-kata. Susunan kalimat yang indah bisa sangat membosankan kalau tidak memiliki makna yang kuat.
* Orang hebat menulis masalah berat dengan bahasa sederhana. Orang yang ingin disebut hebat menulis masalah sederhana dengan bahasa yang berat.
* Tulisan yang baik menyederhanakan persoalan rumit, bukan memperumit apa yang sebenarnya sangat sederhana dan remeh.
* Tulisan yang baik membuat orang berpikir sesudah membaca. Tulisan yang buruk membuat orang kelelahan hanya untuk memahami kalimat yang sedang dibaca.
* Buku yang baik sekali dibaca mencerdaskan, dibaca berikutnya mencerahkan. Buku yang buruk dibaca sekali menyenangkan, sesudah itu sangat membosankan.
* Penulis besar menuangkan kata karena membaca. Sementara mereka yang mabuk ingin disebut penulis, membaca buku karena mau menulis.
* Kalau engkau sendiri malas membaca, bagaimana engkau menyuruh orang lain rakus membaca tulisanmu?
* Andaikan dihadapkan kepadaku dua orang penulis, maka aku akan memilih yang paling gigih. Tanpa bakat orang bisa menjadi penulis hebat. Sementara tanpa kegigihan, seorang penulis berbakat tak berarti apa-apa.

Ayo… tunggu apa lagi. Menulislah sekarang juga!!






Muhammad Albani